| ]




Dua hari lalu, sekitar jam delapan malam……

Malam itu saya sedang kecapaian karena seharian mengukur jalan…..menyusuri jalan raya untuk urusan kantor, sehingga usai makan malam d irumah, langsung membaringkan badan di ruang keluarga, sambil menikmati alunan suara istri saya yang meninggi karena gusar dan gemas ngajarin anak saya yang kelas 1 SD tak kunjung paham belajar tentang membaca Jam / waktu.

Di ruang itu, selain saya serta “Bu Guru” dan “Murid” nya, adapula anak saya yang masih bayi, baru umur 5 bulan dan sepertinya sedang dalam masa pencarian jati diri, karena dari tadi terdengar asyik mengeluarkan berbagai macam suara dari mulut kecilnya…sambil terlentang sementara kakinya menghentak-hentak kasur.

Terpancing oleh kelucuan suara si kecil yang mengeluarkan bermacam suara aneh dipadu dengan dialog guru dan murid yang menggemaskan, saya bangun dan meramaikan suasana dengan bercanda sama si kecil.

Ternyata keikutsertaan saya meramaikan suasana memancing emosi sang 'Ibu Guru' yang kemudian murka dan menuduh saya tidak mendukung suasana belajar-mengajar, karena sang murid jadi terganggu konsentrasinya…lebih terfokus ke mata pelajaran hentak kaki dan testing berbagai macam suara yang saya lakukan bersama pendekar mungil berusia 5 bulan!

Sang 'Ibu Guru' colong playu, kabur ke dapur dan membantu asistennya (pembantu) masak lalu mencuci pakaian!

Hanya 5 menit sejak istri saya kabur dari arena, anak saya yang besar sudah beralih profesi menjadi sutradara permainan boneka, bermain dengan puluhan boneka kecilnya…dan mencampakkan buku pelajarannya, sedang si bayi kini tampak khidmat melakukan ritual yang menimbulkan aroma tak sedap… Rupanya beliau pup, Be – A – Be, Buang Air Besar!!

Saya segera mengutus sang sutradara untuk memanggil ibunya di ruang belakang agar segera mengurusi hajat si bayi, membersihkan popok dan bayinya, namun ternyata utusan saya muncul dengan kabar mengecewakan, karena istri saya melalui utusan saya tadi bilang agar saya sebagai Kepala Pemerintahan di rumah tersebut, ngurus bersih-bersih sisa hajatan bayi!

Tiga kali utusan bolak-balik ke depan dan belakang dengan hasil tak mufakat, yang berarti saya dipaksa bersihin popok dan seterusnya, sayapun menemukan ego sang pemimpin!

Rasa capai kembali merasuki jiwa, emosi menyusup buluh nadi…saya bangkit dari pembaringan dan menuju dua buah pintu yang memisahkan ruang tengah dengan dapur dan tempat cuci. Kedua pintu saya kunci dari dalam, lalu saya tanpa keahlian yang cukup meraih jabang bayi yang mulai menemukan suara favouritnya (menangis keras-keras) dan memberanikan diri membuka popoknya dan seterusnya.

Tanpa keahlian yang cukup, gak aneh kalo hasilnya adalah kotoran bayi menyebar keberbagai penjuru ruangan, selain melebar keseluruh badan si jabang bayi…

Saya coba tidak panik, namun tetap bertindak dengan tensi tinggi…emosi…ego…

Saya ingat bahwa istri selalu menggunakan tissue basah untuk membersihkan bayi usai pup, saya coba cari tissue basah, ternyata tinggal selembar!

Karena tak cukup untuk membersihkan sampai tuntas dengan satu lembar tissue basah, saya segera membawa si jabang bayi ke kamar mandi di kamar utama, tanpa pikir panjang, badannya saya celupkan ke bath tub yang kebetulan berisi air setinggi 20cm-an. Mungkin karena air di bath tub dingin, tangis si jabang bayi makin kencang.

Istri saya terpanggil naluri keibuannya, berlari menuju ke dalam. Namun dia terhalang pintu yang saya kunci dari dalam! Saya tersenyum puas….merasakan kemenangan!

Terdengan ketukan dan teriakan bertubi-tubi, dan nada cemas seorang peri baik budi yang ingin membela mahluk teraniaya…

Setelah terasa cukup bersih badan si bayi, saya menuju kamar dan menyelimuti badan bayi sambil mencari popok dan asesoris lainnya. Tangisnya mereda, namun hal tersebut tetap belum mampu meredakan kecemasan istri saya….terbukti dia sempat pindah posisi, mengetuk pintu depan….berarti dia memutar lewat lorong di samping rumah, perjuangan yang patut diacungi jempol.

Dan perang belum berakhir, dengan congkak saya melarang anak perempuan saya membukakan pintu……agar kecemasan lawan saya semakin menyiksanya….

Jabang bayi yang telah usai menangis, terlelap di gendongan saya….saya merasakan kemenangan sebagai lelaki yang bisa juga mengurus bayi!

Saya lupa bahwa jika dinilai antara 1 – 10, paling saya cuma dapet nilai 3 untuk keberhasilan menidurkan bayi, sedangkan dampak tercemarnya lingkungan oleh kotoran bayi serta aroma semerbak khas pup bayi yang mencemari udara ruangan menyumbang poin NOL BESAR!!!

Padahal saat saya lihat istri saya melakukan tugas tersebut, kelihatannya mudah…..

Karena tak tahan dengan teror ketukan pintu serta teriakan pahlawan yang tersumbat aspirasinya, tak sampai 15 menit kemudian, akhirnya saya bukakan pintu untuk sang peri agar bisa melimpahkan kasihnya kepada jabang bayi.

Dua hari setelah kejadian berlalu, dua hari sudah saya dicuekin sama istri karena kejadian malam itu…. Sekarang saya sedang mencari jalan untuk mencapai rekonsiliasi, sambil menyusun kalimat untuk mengakui ( lagi ) kehebatan seorang Ibu.

Semoga istri saya tahu, sejujurnya saya semakin sayang dia…

Semoga anak-anak saya tahu, saya makin rela dijadikan pelampiasan rasa kesal anak-anak saya kelak saat mereka berbeda pandangan dengan ibunya.

Salam taklim untuk semua perempuan….semua Ibu di muka Bumi…