| ]


Alkisah disuatu negara antah berantah, ada sebuah bencana yang tak kunjung reda berupa melubernya racun dari perut bumi dikarenakan ketamakan dan keserakahan salah satu adipati dinegara tersebut dalam mengeruk harta terpendam dibawah tanah.

Ratusan ribu rakyat menderita karena bencana tersebut......sawah ladang terbenam....rumah warga tak berdosa demikian pula sirna tertelan luberan racun dari perut bumi.

Para Nayaka Praja berhati mulia dan empu cendekia yang mumpuni dan berilmu telah mencoba membela para jelata yang menderita karena luberan racun dari perut bumi akibat ulang sang adipati dan nayaka praja berhati durjana tersebut, namun hingga 40 purnama berlalu, sang adipati dan nayaka praja berhati durjana tetap tak goyah kuasanya, bahkan meskipun berbagai kalabendu menimpa negara tersebut bagaikan teguran sang alam, tetap kuasa sang adipati dan nayaka parja berhati durjana tak tergoyahkan.

Konon, selama berwindu-windu, dinegara tersebut ada sebuah pohon beringin yang sangat bertuah, tempat para penguasa negeri berteduh dan tempat rakyat jelata mengabdi dan berbakti kepada sang penanam serta penjaga pohon beringin tersebut.

Saking bertuahnya pohon beringin tersebut, setiap hembusan nafas dan tindak tanduk rakyat jelata hingga nayaka praja dinegara tersebut harus sesuai dengan titah dan kehendak sang penanam dan penjaga pohon beringin.

Meski sang pohon beringin sempat meranggas, hendak tumbang oleh badai perubahan, namun dengan diiringi sebuah kalabendu besar yang dijaman modern disebut eskalasi lempengan bumi berkekuatan 7,6Skala Richter, ditingkahi jerit pilu dan rintih kepiluan rakyat jelata, sang pohon beringin itu kini disatukan dengan luberan racun dari perut bumi yang selama ini telah menyengsarakan rakyat jelata.

Entah apakah kelak pohon beringin itu turut tumabng dan tenggelam oleh luberan racun dari perut bumi yang belum kering itu, atau malah luberan lumpur tersebut akan bermanfaat menyuburkan sang beringin sehingga menjadi rindang.........waktu yang akan menjawabnya.

Yang pasti, dinegara tersebut.... seorang pepundi rakyat yang didaulat menjadi wakil rakyat....penyambung lidah rakyat...untuk menyuarakan keinginan rakyat, namun selama lima kemarau berlalu, sang pepundi tersebut lebih sering mangkir daripada hadir dalam perhelatan dan pertemuan yang membahas nasib rakyat.
Namun ajaibnya sang pepundi tersebut kini justru didaulat menduduki kursi tertinggi dan paling terhormat yang berkuasa atas segala suara wakil rakyat.......

Terimakasih dewata atas karuniamu bagi negeri ini........

Jogjakarta, 8 Oktober 2009

Jusananda - Penyiar Radio