Membaca beberapa artikel di wikimu mengenai Carefour dan Hypermarket lainnya, saya terpanggil untuk memaparkan sedikit pengetahuan saya yang diharapkan bisa menjadi wawasan baru buat wikimuer semua. Jika artikel saya terbaca oleh pihak berwenang ataupun memiliki kuasa untuk memperbaiki kondisi, mudah-mudahan segera dibuat perangkat hukum dan kerangka kebijakan Pemerintah demi perbaikan ekonomi masyarakat kebanyakan. Jika pihak Hypermarket ada yang membaca artikel saya ini, semoga berkenan untuk intropeksi.
Sejak tahun 1994 hingga tahun 2006, istri saya kerja di Perusahaan Distributor Farmasi dan Consumer Good terbesar di Indonesia. Sebagai orang Finance, istri saya kebagian tugas menangani penjualan dan penagihan ke semua outlet mulai dari toko kelontong, Pasar tradisional, hingga Hypermarket. Dia sering mengeluh kepada saya betapa kesalnya ngurusin Makro, Carefour, Hero dan sejenisnya (Hypermarket maupun Super Market ). Sering mereka mencari-cari alasan inilah, itulah, demi tertundanya pembayaran. Bahkan dari satu outlet cabang mereka, faktur tagihan yang akhirnya tidak bisa tertagih mencapai RATUSAN JUTA RUPIAH!!! Tak tertagihnya piutang tersebut sebenarnya karena berbagai kesalahan yang terkesan dicari-cari, padahal sudah jelas barangnya mereka terima dan terjual!! Pihak distributor seringkali tak berdaya saat akan mem-Black list outlet Hypermarket tersebut agar tidak terlayani order-nya, hal ini terjadi karena ternyata semua Modern Market yang beroperasi di Indonesia biasanya telah membuat perjanjian dengan Principal ( Pemilik barang / merk dagang, misal Indofood, Unilever, Combiphar, dll ) dimana salah satu isi perjanjian itu mencantumkan penalti bernilai hingga Miliaran Rupiah jika pihak Distributor sampai mempersulit penyediaan barang. Jika pihak Distributor melakukan Black List atau tidak melayani pemesanan barang dari suatu Hypermarket, maka pihak Distributor biasanya ditekan oleh Principal untuk melayani order-an Hypermarket tersebut agar Principal tidak terkena penalti!!
Beberapa hari yang lalu, kebetulan saya ketemu darat dengan sahabat saya yang merupakan member millis “jalan sutra”. Beliau merupakan salah satu pimpinan perusahaan yang memasarkan produk Healtcare asal Jepang di salah satu hypermarket (sebut saja A). Darinya saya dapat cerita bahwa setiap kali hypermarket A membuka outlet baru, pihaknya wajib menyumbang Rp 16.000.000,- ( Enam Belas Juta Rupiah ) sebagai partisipasi atas pembukaan outlet baru tersebut, dan sumbangan ini otomatis dipotong dari tagihan perusahaannya ke hypermarket A tersebut, padahal belum tentu produknya didisplay di outlet baru hypermarket A. Angka 16 juta tersebut berdasar area display yang dipakai oleh perusahaan sahabat saya ini cuma kecil, semakin luas area displaynya, maka pungutannya semakin besar pula. Bisa jadi seluruh biaya pembukaan outlet baru hypermarket A telah tertutupi oleh sumbangan / partisipasi para principal!!
Jika kita menelusuri lebih dalam akan manajemen Hypermarket - Hypermarket kondang, bisa jadi kita semakin tercengang. Contohnya untuk karyawan yang bertugas di dalam area belanja, SPG / SPB yang ada adalah karyawan dari Principal / pemilik barang dagangan, bukan karyawan Hypermarket, otomatis pihak Hypermarket tidak perlu menggaji mereka.
Kemudian, kalau kita bertanya kepada kasir, cleaning service, dan sebagainya, akan kita ketahui bahwa sebagian besar dari mereka adalah karyawan outsourcing dengan status kontrak dan gaji paling besar hanyalah senilai UMR. Betapa ringan beban biaya operasional Hypermarket tersebut.
Yang membuat sesak dada ini adalah saat menyadari bahwa sebagian besar saham kepemilikan Hypermarket itu berada ditangan asing, otomatis keuntungan Hypermarket akan lari ketangan orang asing, padahal uang yang mereka terima adalah uang anak negeri yang diperoleh dengan banting tulang sekuat tenaga!!
Sejak tahun 2006 lalu, saya sangat jarang masuk Hypermarket, bahkan Super Market juga jarang, karena saya dan istri kini lebih suka kepasar Tradisional dengan harapan bisa memberi rejeki ke saudara sendiri, dan ikut melestarikan warisan budaya leluhur berupa pasar, dan menunda hari kiamat ( Ramalan Jayabaya, Hari Kiamat akan datang jika Pasar kehilangan gaung-nya!!? ).
Saya salut dengan Bupati Bantul, Bapak Idham Samawi yang tidak akan pernah mengijinkan berdirinya Super Market apalagi Hypermarket diwilayahnya, demi melindungi pedagang pasar Tradisional.
Mari kembali ke…….PASAR!!
Jusananda
|
]